Definisi, Sejarah dan Metode Filsafat Kritisisme
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) kritis mempunyai banyak artian atau makna, kritsi
adalah bersifat tidak cepat percaya sehingga membawa penganalisaan yang matang
terhadapa sesuatu entah itu berupa ilmu atau yang berlainan dengan ilmu,
sebenarnya masih banyak artian tentang kritis. Pengertian diatas sebenarnya
membari alasan mengapa Immanuel Kant filsuf jerman pelopor filsafat kritisisme.
Kritisisme adalah filsafat yang
memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan rasio dan
batas- batasnya[1].
mengkritisi Rasionalisme dan Empirisme yang hanya mementingkan satu sisi
dari dua unsur (akal dan pengalaman) dalam mencapai kebenaran. Menonjolkan satu
unsur dengan mengabaikan yang lain hanya akan menghasilkan sesuatu yang berat
sebelah. Kant jelas-jelas menolak cara berfikir seperti ini. Karena itu, Kant
menawarkan sebuah konsep “Filsafat
Kritisisme” yang
merupakan sintesis dari rasionalisme dan empirisme. Kata kritik secara harfiah
berarti “pemisahan”.
Filsafat Kant bermaksud
membeda-bedakan antara pengenalan yang murni dan yang tidak murni, yang tiada
kepastiannya. Ia ingin membersihkan pengenalan dari keterikatannya kepada
segala penampakan yang bersifat sementara. Jadi filsafatnya dimaksudkan sebagai
penyadaran atas kemampuan-kemampuan rasio secara objektif dan menentukan
batas-batas kemampuannya, untuk memberi tempat kepada iman kepercayaan.
Sejarah filsafat
adalah sejarah pertarungan akal dan hati, dalma berebut dominasi mengendalikan
jalan hidup manusia. Hal itulah mengapa situasi pemikiran yang dihadapi oleh
Kant, siapakah Kant?
Kant lahir pada 22 April 1724 di
kinigsberg, prusia, Jerman.
Daerah kelahirannya itu tidak pernah ditinggalkannya. Dia berhasil menguasai
dengan baik pemikiran – pemikiran filsuf sebelum dirinya seperti Descartes,
Spinoza, Leibniz, Locke, dan Hume. Sebenarnya dalama latar belakang kehidupan
keluarganya memiliki peran penting dalam pembentukan sikap dan pemikiranya.
Orang tuanya adalah penganut setia gerakan pretisme sebuah gerakan yang
menekankan keimanan individual ksesalehan hidup sehari – hari sikap yang baik
dan moralitas yang keras.
Pada usia 8 tahun ia memulai
pendidikan formalnya di sebuah sekolah yang berlandaskan semangat pietisme,
namun ia kemudia tidak betah dan menginginkan pengetahuan yang lain, dalam
proses pendidikan ia begitu semangat dan berkerja keras hingga akhirnya dia
memperoleh gelar doktor, selama lima belas tahun ia bekerja menjadi dosen
privat di Fakultas Filsafat Universiatas Konigsberg. Lalu pada tahun 1770, ia mendapat gelar professor logika dan
metafisika dengan disertasi berjudul De Mundi Sensibilitas Atque
Intelligibilis Format et Principis (Tentang Bentuk dan Asas – Asas dari
Dunia Indrawi dan Dunia Akal Budi).
Kegiatan harian Kant terkenal sangat
tertib dan monoton. Dengan kata lain, semua yang ingin diakukannya sudah
terjadwal dengan sangat ketat dan tepat. Dalam sejarah filsafat, masa hidup
Kant dibagi menjadi dua, yaitu masa praktisi dan kritisisme. Masa praktisi
dijalani ketika ia menjadi dosen privat (1755 - 1770). Adapun pada masa
kritisisme dimulai sejak ia berkenalan dengan filsafat Hume. Berkat Hume ia
mengaku bangun dari “tidur dogmatik” – nya. Karyanya yang berjudul Kritik
der reinen Vernunft (Kritik atas Budi) yang terbit pada tahun 1781 adalah
tombak dimulainya Kritisisme Kant, dan pada masa itu ia berumur lima puluh
tujuh tahun
dan juga belum ada buku sehebat itu dalam menggucangkan dunia pemikiran.
Kant memulainya
dengan mempertanyakan apakah ada yang dapat kita ketahui seandainya seluruh
benda dan indra dibuang. Dalam buku Critiqu pertama membahas secara
rinci cara manusia berpikir, tentang asal – usul terbentuknya konsep, tentang
struktur jiwa yang inheren. Buku Critique sekarang sampai pusat
persoalan. Menurut buku ini, pengalaman tidak lain adalah lapangan yang
menghasilkan pengetahuan. Pengalaman mengatakan kepada kita apa-nya,
bukan apa ia sesungguhnya. Jadi pengalaman tidak menunjukkan hakikat
yang objek yang dialami, karena itu pengalaman tidak dapat menghasilkan
kebenaran umum.
Dalam buku pertama dapat disimpulkan
bahwa indera hanya mengetahui penamapakan, hal itu dapat dipegang bila dasar
dasar a priori. Menurut Kant dasar a priori ada pada sains[1].
Kita sadari indera sains terbatas. Akal atau filsafat lebih canggih ketimbang
sains karena dapat mencapai konsepsi.
Kant bertanya : bila sains dan akal
tidak dapat diandalkan dalam mempelajari agama, maka apa selanjutnya ? kata
Kant : moral. Nah, tentang moral yang akan dibahas dalama buku Critique
yang kedua. Berbicara moral pastilah semua orang tahu, moral adalah kata
hati, suara hati, perasaan, suatu prinsip yang a priori. Moral merupakan
suatu realitas yang amat mengherankan dalam diri manusia, perasaan yang tidak dapat
dielakkan, menentukan benar dan salah.
Kita boleh menentukan dan
berrencana namun ternyata pada proses
penyelesainya kita menghadapi pilihan itulah yang menyebabkan kita mengadakan
pilihan kembali, kata hati itu suatu categorical imperative, perintah
tanpa syarat yang ada dalam kesadaran. Kata hati itu memerintah, perintah itu
ialah perintah untuk berbuat suatu keinginan universal, yaitu suatu hukum kewajaran.
Kant membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Bila
kita menyadari ada tugas, balasan setiap perbuatan akan dating, maka
imortalitas (keabadian) jiwa dan adanya Tuhan dapat ditegakkan. Hal ini tidak
dapat membuktikan dengan menggunakan akal teoritis, pengalaman moral harus
didahulakan. Karena kesadaran moral yang memerintahkan untuk mempercayai
aadanya Tuhan.
Dapat disimpukan dalam buku Critiue
yang kedua adalah pembahasan tentang moral, Kant mengakui bahwa keteraturan
itu memang ada bila objek dilihat secara keseluruhan. Akan tetapi, itu pun
tidak kuat untuk dijadikan bukti adanya sang pegatur. Tuhan tidak dapat
dibukktikan adanya dengan akal teoritis. Karena akal teoritis (logis) tidak
dapat dijadikan dasar agama,
maka kitab suci harus dipahami sesuai dengan nilai moral.
Komentar
Posting Komentar